MANAJEMEN MADRASAH
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Manajemen Lembaga Pendidikan Islam
Dosen pengampu :
Disusun Oleh :
Dian Mutiarasari
(08470051)
PRODI KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2010
BAB. I
PENDAHULUAN
Pembicaraan
tentang manajemen akhir-akhir ini hangat dibincangkan. Hal tersebut bukan saja
merupakan hal baru bagi dunia pendidikan. Sumber daya manusia merupakan unsure
aktif dalam penyelenggaraan organisasi. Sedangkan unsure-unsur yang lainnya
merupakan unsure pasif yang bisa diubah oleh kreativitas manusia. Dengan
pengelolaan (nanajemen) yang berkualitas, diharapkan akan dapat mengkondisikan
unsure-unsur yang lain agar bisa mencapai tingkat produktifitas suatu
organisasi.
Memperbincangkan mengenai lembaga
pendidikan yang bernama madrasah, agaknya akan selalu menarik dan tidak ada
habis-habisnya. Terlebih yang dibicarakan adalah dari aspek manajemennya. Karena
manajemen dalam suatu lembaga apa pun akan sangat diperlukan, bahkan – disadari
atau tidak – sebagai prasyarat mutlak untuk tercapainya tujuan yang ditetapkan
dalam lembaga tersebut. Semakin baik manajemen yang diterapkan, semakin besar
pula kemungkinan berhasilnya lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya.
Demikian pula sebaliknya.
Realitas di lapangan
lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah tingkat produktifitas masih
jauh dari yang diharapkan. Dalam makalah ini akan dibahas sekilas mengenai
manajemen madrasah terkait dengan problematika yang ada di dalamnya beserta dan
pemecahannya beserta dengan formulasi dalam pengembangan madrasah.
BAB. II
PEMBAHASAN
1.
Manajemen
Manajemen berasal dari kata "to manage" yang
berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan
oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak
definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami
manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari
rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan dan
pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya
lainnya.
Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi.
Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick kerena menajemen dipandang sebagai
suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik
berusaha memahami mengapa dan bagaiman orang bekerja sama. Dikatakan
sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan
mengatur orang lain menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi kerena
manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer,
dan para profesional itu dituntut kode etik tertentu.[1]
Menurut The Liang Gie manajemen adalah segenap proses
penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai
tujuan tertentu.[2]
Manajemen mencakup kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan,
dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik
melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut
meliputi pengetahuan apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana
melakukannya, memahami bagaiman mereka harus melakukannya dan mengukur efektifitas
dari usaha-usaha mereka. Selanjutnya perlu menetapkan dan memelihara pula suatu
kondisi lingkungan yang memberikan respon ekonomis, psikologis, social, politis
dan sumbangan-sumbangan teknis serta pengendaliaannya.
Manajemen merupakan sebuah kegiatan, pelaksanaannya disebut
managing dan orang yang melakukannya disebut manajer.
Dalam proses manajemen terdapat fungsi-fungsi pokok yang
ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).
Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan,
mengorganisai, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala
aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.[3]
Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan
mengkaji kekuatan dan kelemahan organisai, menentukan kesemopatan dan
ancamanya, menentukan strategi, kebijakan, taktik dan program, semua itu
dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan secra ilmiah.
Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan dan
struktur. Fungsi berupa tugas-tugas yang dibagi kedalam fungsi garis, staf dan
fungsional. Hubungan terdiri dari tanggung jawab dan wewenag. Sedangkan
strukturnya dapat horizontal dan fertikal. Semuanya itu memperlancar alokasi
sumber daya dengan kombinasi yang tepat untuk mengkomplimentasikan rencana.
Fungsi pemimpin mengambarkan bagaimana seorang manajer/pemimpi
mengarahkan dan mempengaruhi bawahanya, bagaimana orang lain melaksanakan tugas
yang esensial dengan menciptakan suasana yang menyenagkan untuk bekerja sama.
Fungsi pengawasan meli[puti penentuan standar, supervise, dan
mengukur penampilan/pelaksanaan terhadap standard an memberikan keyakinan bahwa
tujuan organisai tercapai. Pengawasan sangat erat kaitanya dengan perencanaan,
karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur.
2.
Madrasah
a.
Pengertian
Madrasah
Kata
"madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata
"keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa".
Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat
belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran".
Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras"
yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat
belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai
"rumah untuk mempelajari kitab Taurat’.[4]
Kata
"madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari
akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca
dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa
tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama:
"tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata
"madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada
mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa
Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.
Secara
teknis, dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak
berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas
dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi,
yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh
pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini
agama Islam).
Dalam
prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu
keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang
diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya
mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah
diniyyah. Kenyataan bahwa kata "madrasah" berasal dari
bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan
masyarakat lebih memahami "madrasah" sebagai lembaga
pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau
"tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan".
Istilah madrasah sebagai pendidikan
Islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui menteri Saljuqi
yang bernama Nizam al-Mulk, yang mendirikan madrasah Nizammiyah. Selanjutnya
Gibb dan Kremers menuturkan bahwa pendiri madrasah terbesar setelah Nizam
al-Mulk adalah Salahuddin al-Ayyfihi.
b.
Sejarah
Madrasah
Kelahiran madrasah ini tidak
terlepas dari ketidakpuasan terhadap system pesantern yang semata-mata
menitikberatkan agama, di lain pihak system pendidikan umum justru ketika itu
tidak menghiraukan agama. Dengan demikian kehadiran madrasah dilatarbelakangi olehkeinginan
untuk memberlakukan secara berimbang antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan
umum dalam pendidikan dikalangan umat Islam. Atau dengan kata lain madrasah
merupakan perpaduan system pendidikan pesantreandengan pendidikan colonial.[5]
Sebagai lembaga pendidikan Islam
setidak-tidaknya munculnya madrasah mempunyai empat latar belakang, yaitu:
1)
Sebagai
manifestasi dan realisasi pembaruan system pendidikan Islam
2)
Upaya
penyempurnaan terhadap system pesantren ke arah suatu system pendidikan yang
lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan
sekolah umum. Misalnya, masalah kesamaan kesempatan kerja dan memperoleh
ijazah.
3)
Adanya sikap mentalpada
sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpaku pada Barat sebagai
system pendidikan mereka.
4)
Sebagai upaya
menjembatani antara system pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren
dan system pendidikan modern dari hasil akulturasi.
3.
Manajemen Madrasah
Dengan adanya pengertian manajemen dan madrasah seperti diatas,
maka penulis menyimpulkan bahwa manajemen madrasah adalah segenap proses
penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia melalui
pemanfaatan sumber daya manusia ataupun non manusia untuk mencapai tujuan
madrasah agar efektif dan efisien.
Selama ini madrasah danggap sebagai lembaga pendidikan islam yang
mutunya lebih rendah dari pada mutu lembaga pendidikan lainnya, terutama
sekolah umum, walaupaun beberapa madrasah justru lebih maju dari pada sekolah
umum. Namun keberhasilan beberapa madrasah dalam jumlah yang terbatas itu belum
mampu menghapus kesan negative yang sudah terlanjur melekat. [6]
Ditinjau dari segi penguasaan agama, mutu siswa madrasah lebih
rendah, daripada mutu santri pesantren. Sementara itu, ditinjau dari hal
penguasaan materi umum, mutu siswa madrasah lebih rendah dari pada sekolah
umum. Jadi, penguasaan baik pelajaran agama maupun materi umum serba mentah
(tidak matang). Itulah yang menyebabkan Mastuhu menilai, “madrasah menjadi
semacam sekolah kepalang tanggung”.
Dari segi manajemen, madrasah lebih teratur dari pada pesantren
tradisional (salafiyah), tetapi dari segi penguasaan pengetahuan agama, santri
lebih mumpuni. Keadaan ini wajar terjadi karena santri tersebut hanya
mempelajari pengetahuan agama, sementara beban siswa madrasah berganda.
Demikian juga, menjadi wajar ketika dalam penguasaan pengetahuan umum, siswa
sekolah umum lebih menguasai daripada siswa madrasah karena beban siswa sekolah
umum tidak sebanyak siswa madrasah.
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas madrasah terus
digulirkan, begitu juga usaha menuju ke kesatuan sistem pendidikan nasional
dalam rangka pembinaan semakin ditingkatkan. Usaha tersebut bukan hanya
merupakan tugas dan wewenang Departemen Agama, tetapi merupakan tugas bersama
antara masyarakat dan pemerintah. Usaha tersebut mulai terrealisasi terutama
dengan dikeluarkannya surat keputusan bersama (SKB) 3 mentri, antara Mentri
Dalam Negeri, Mentri Agama, dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun
1975, tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Adapun point-point SKB
3 mentri tersebut adalah:
1.
Ijazah
madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan nilai ijazah sekolah umum yang
setingkat.
2.
Lulusan
madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat lebih tinggi.
3.
Siswa
madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Dengan adanya SKB 3 Mentri tersebut bukan berarti beban yang
dipikul madrasah tambah ringan, tetapi justru sebaliknya, akan semakin berat.
Hal ini dikarenakan di satu pihak ia dituntut untuk memperbaiki kualitas
pendidikan umumnya sehingga setaraf dengan standar yang berlaku di sekolah
umum. Di lain pihak ia harus menjaga agar mutu pendidikan agama tetap baik
sebagai ciri khasnya. Dengan adanya SKB 3 Mentri tersebut pendidikan agama pada
madrasah menjadi berkurang, karena madrasah-madrasah berlomba untuk menambah
materi pendidikan umum untuk mensejajarkan denan sekolah umum
Pada dasarnya, secara organisasional, madrasah merupakan organisasi
yang mengelola diri (self-organized) untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan
karakteristiknya. Dan pengelolaan diri ini dijalankan oleh para pemimpin
madrasah melalui sebuah mekanisme manajemen operatif. Namun, karena madrasah di
Indonesia merupakan sub sistem dalam makro sistem pendidikan nasional dan
tanggung jawab pengelolaannya dibebankan pada Departemen Agama, maka
pengelolaan diri madrasah secara individu tidak cukup memberikan dampak
perubahan yang signifikan dan luas bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat
muslim Indonesia saat ini. Hal tersebut karena kondisi madrasah yang yang
tergolong miskin dalam berbagai sumber, termasuk sumber daya manusianya dan
inilah salah satu poblem yang menyelimuti kehidupan madrasah.
Berbagai hal yang yang melatarbelakangi persoalan tentang kelemahan
manajerial madrasah adalah sebagai berikut:[7]
1.
Ketidakjelasan
Misi, Visi dan Tujuan Madrasah
Dalam
bukunya Total Quality Management in Education, Edward Sallis
mengemukakan bahwa dalam suatu organisasi tanpa visi, maka perubahan tidak
mungkin, tanpa misi maka perubahan bisa salah arah, tanpa insentif, perubahan
lama terjadi,tanpa sumber daya perubahan tidak akan terwujud, dan tanpa
fasilitas, maka perubahan hanya sedikit. Jika madrasah telah mencanangkan misi
dan visi yang jelas, maka tujuan tujuan akan muah dicapai, dilaksanakan,
dikontrol dan dievaluasi.
2.
Ketidakjelasan
struktur dan Tata Kerja
Seringkali
terjadi tumpang tindih di lapangan antara wewenang yayasan dengan pengelola
madrasah. Salah satu konflik laten dalam pengelolaan madrasah adalah perbedaan
kepentingan antara pihak pengelola madrasah dengan yayasan. Yayasan sebagai
pemilik biasanya memiliki posisi tawar yang lebih, dan pada umumnya menggunakan
kekuasaannya untuk mengatur segala hal. Sebaliknya, madrasah cenderung tidak
atau kurang memiliki posisi tawar sehingga secarapsikologis menjadikan
pengelola madrasah tersubordinasikan.
3.
Kurangnya
keterlibatan madrasah
Sebelum
isu desentralisasi pendidikan digulirkan dan lebih khusus lagi dengan adanya
pendidikan berbasis masyarakat, madrasah adalah salah satu model pendidikan
berbasis masyarakat yang telah lama ditengah-tengah masyarakat. Akan tetapi,
perkembangan selanjutnya madrasah yang didirikan masyarakat tersebut kemudian
mengalami kemandegan inilah problem klasik yang sering muncul. Ketika madrasah
sudah berdiri, maka keterlibatan aktif masyarakat untuk memikirkan nasib,
kelangsungan hidup (apalagi pengembangan dan kemajuan) madrasah relatif kurang
(kalau tidak bisa dikatakan tidak ada).
4.
Lemahnya
jaringan (Network)
Banyak
terjadi di masyarakat kita, bahwa dalamsatu daerah tertentu terdapat beberapa
madrasah yang berdampingan tetapi belum bisa bergandeng tangan secara maksimal,
yang terjadi malah sebaliknya saling mematikan. Ini tentu saja salah satu
faktor rendahnya/lemahnya madrasah.
5.
Lemahnya
manajemen
Kelemahan
di bidang ini boleh dibilang merupakan “wabah” yang menjangkiti sebagian besar
madrasah. Pendanaan terbatas, kurangnya sarana dan prasarana, lemahnya SDM dan
minimnya pengetahuan tentang organisasi dan tata kerja merupakan beberapa sebab
yang saling kait-mengkait.
Untuk mengatasi problematika kelemahan madrasah di atas
setidak-tidaknya ada tiga pendekatan yang bisa ditawarkan, yaitu:[8]
1.
Islamisasi
ilmu pengetahuan
Prof.dr.
Muhammad Arkaum menganggap bahwa islamisasi IPTEK sebagai suatu kesalahan,
sebab hal ini dapat menjebak kita bahwa islam hanya semata-mata sebagai
idiologi (USA, 1991) terlepas dari adanya pro dan kontra mengenai masalah ini,
bahwa islamisasi ilmu merupakan conditio since quanon, bukan berarti seorang
insinyur harus menguasai tafsir, fiqih, ilmu hadits, dsb, namun paling tidak ia
berkepribadian sebagai seorang muslim sesuai nilai-nilai islam, bertawakal dsb,
demikian juga sebagai ustadz (ulama) sebagai alumni madrasah harus menguasai
iptek tetapi paling tidak menginsafi bahwa IPTEK adalah penting bagi
pengemangan ilmu pengetahuan itu sendiri dan juga diperintahkan oleh agama.
Usaha islamisasi ini tidak hanya akan menghiangkan dikotomi sistem pendidikan
kita, juga akan mengikis dikotomi lembaga pendidikan yang pada gilirannya akan
menghilangkan sikap dikotomi terhadap lembaga-lembaga pendidikan seperti
madrasah dengan sekolah umum sehingga kesan madrasah sebagai sekolah “kelas
dua” harus dihilangkan.
2.
Legalitas
kelembagaan
Sebagai
tindak lanjut islamisasi dari ilmu tadi, maka selanjutnya adalah harus ada
legalitas kelembagaan dan pengakuan profesional terhadap lembaga pendidikan
semacam madrasah. Sebanarnya legalitas kelembagaan ini sudah tertuang didalam
UUSPN.i No 2 tahunn 1989 namun baru tahap formalitas, kenyataan dilapangan
belum diakui 100% masih terdapat dikotomi terhadap pengekuan profesionalisme
antara alumni pendidikan umum dengan alumni madrasah dalam kiprah membangun
bangsa yang mayoritas penduduknya muslim ini. Karena itu penataan secara
substansial baik kurikulum dan kualitas pendidik menjadi sangat esensial.
3.
Kurikulum
pendidikan dan kualitas pendidik
Beberapa
pergantian kurikulum dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia, bagi madrasah terakhir adalah adanya kurikulum berciri khas agama
Islam yang menerapkan 10% pendidikan agama dan 90% pendidikan umum. Kurikulum
ini kiranya membawa angin segar bagi pengembangan pendidikan Islam. Adapun yang
menjadi ciri khas dari kurikulum jenis ini adalah: (1)
matapelajaran-matapelajaran keagamaan yang dijabarkan dari pendidikan Islam
(Qur’an, Hadits, Akidah Akhlak, Ibadah, Syari’ah, Fiqh dan Sejarah Islam), (2)
suasana keagamaan yang berupa suasana kehidupan madrasah yang agamis, adanya
sarana ibadah, penggunaan metode dan pendekatan yang agamis dalam setiap matapelajaran
dan kualifikasi guru yang harus beragama Islam dan berakhlak mulia, disamping
memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam upaya meningkatkan kualitas output madrasah juga perlu didukung
oleh pemanfaatan pendidik yang berkualitas. Dengan demikian persoalan
keprofesionalan tenaga pendidik dalam madrasah sangat diperlukan guna
pengembangan madrasah ke arah yang lebih baik.
BAB.
III
KESIMPULAN
Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan,
seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakandan dan
pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya
lainnya.
Kata
"madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata
"keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa".
Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat
belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran".
Manajemen madrasah adalah segenap proses penyelenggaraan dalam
setiap usaha kerjasama sekelompok manusia melalui pemanfaatan sumber daya
manusia ataupun non manusia untuk mencapai tujuan madrasah agar efektif dan
efisien.
Problematika madrasah antara lain; (1) Ketidakjelasan Misi, Visi
dan Tujuan Madrasah, (2) Ketidakjelasan struktur dan Tata Kerja, (3) Kurangnya
keterlibatan madrasah, (4) Lemahnya jaringan (Network), (5) Lemahnya manajemen.
Untuk mengatasi problematika kelemahan madrasah di atas setidak-tidaknya
ada tiga pendekatan yang bisa ditawarkan, antara lain; (1) Islamisasi ilmu
pengetahuan, (2) Legalitas kelembagaan, (3) Kurikulum pendidikan dan kualitas
pendidik.
Daftar
Pustaka
Sunhaji. 2006. Manajemen
Madrasah. Yogyakarta: Grafindo Litera Media
Mujamil Qomar.
2007. Manajemen Pendidikan Islam.
Jakarta: Erlangga
Suharsimi Arikunto, Lia Yuliana. 2008.
Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media Yogyakarta
http://www.geocities.com/agus_lecturer/manajemen/pengertian_manajemen.htm
[1] Sunhaji, Manajemen
Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006), hal. 8
[2] Suharsimi
Arikunto, Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media
Yogyakarta, 2008), hal. 3
[5]
Sunhaji, Manajemen
Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006), hal. 74
[6] Mujamil Qomar,
Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal.80
[7]
Sunhaji, Manajemen
Madrasah, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2006), hal. 84
[8]
Ibid, hal. 80
Tidak ada komentar:
Posting Komentar