PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MANUSIA MASA DEWASA DAN USIA LANJUT
DALAM PSIKOLOGI ISLAM
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi
Islam
Dosen
Pembimbing:
Diususun Oleh :
Dian
Mutiarasari
08470051
PRODI KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
BAB. I
PENDAHULUAN
Perubahan dalam
diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari perubahan psikis,
dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan kualitatif
tersebut sering disebut dengan perkembangan, sedangkan perubahan kuantitatif
sering disebut dengan pertumbuhan. Persoalan yang menjadi topic bahasan
psikologi adalah perubahan kualitatif atau perkembangan, sebab hal itu terkait
dengan fungsi struktur kejiwaan yang kompleks beserta dinamika prosesnya,
meskipun disadari bahwa pertumbuhan fisik sedikit banyak berkorelasi dengan
perkembangan psikis.
Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai pertumbuhan dan perkembangan khususnya manusia masa
dewasa dan usia lanjut dalam perspektif psikologi Islam.
BAB.II
PEMBAHASAN
A.
Pertumbuhan Dan Perkembangan Dalam Psikologi Islam
1.
Pengertian pertumbuhan dan perkembangan
Perkembangan dapat
diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan)
dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Pengertian lain dari
perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang alami individu atau organisme
menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara
sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah)
maupun psikis (rohaniah)”.[1]
Perubahan dalam
diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari perubahan psikis,
dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan kualitatif
tersebut sering disebut dengan “perkembangan”, seperti perubahan dari tidak
mengetahui menjadi mengetahuinya, dari kekenak-kanakan menjadi dewasa, dst. Sedangkan
perubahan kuantitatif sering disebut dengan “pertumbuhan”, seperti perubahan
tinggi dan berat badan. Persoalan yang menjadi topic bahasan psikologi adalah
perubahan kualitatif atau perkembangan, sebab hal itu terkait dengan fungsi
struktur kejiwaan yang kompleks beserta dinamika prosesnya, meskipun disadari
bahwa pertumbuhan fisik sedikit banyak berkorelasi dengan perkembangan psikis.
2.
Periodesasi dan tugas-tugas perkembangan
Banyak teori mengenai periodesasi
dan tugas-tugas perkembangan manusia. Sigmund Freud dari psikoanalisa membagi
perkembangan psikis manusia dalam empat fase, diantaranya:[2]
1)
Fase
oral; fase dimana sumber kesenangan atau kenikmatanpokok diperoleh dari
kegiatan-kegiatan mulut, seperti menetek, mengisap, menggigit-gigit, berbicara,
mengunyah, makan, dsb.
2)
Fase
anal; fase diman sumber kesenangan dan kenikmatan diperoleh dari kegiatan yang
berasosiasi dengan rangsangan pasa daerah dubur, khususnya pada pembuangan air
besar.
3)
Fasi
phalik; fase dimana pusat dinamika perkembangan pada perasaan-perasaan seksual
dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya ogan-organ genital.
4)
Fase
genital; fase dimana kesenangan dan kegairahan seksual diperoleh melalui
rangsangan dari organ-organ kelamin.
Dalam psikologi Islam manusia
memiliki struktur ruh yang keberadaannya menjadi esensi manusia. Struktur ruh
memiliki alam tersendiri, yang disebut alam arwah, yang mana alam tersebut ada
di luar dan di dalam alam manusia. Alam ruh di luar alam dunia ada kalanya
sebelum kehidupan dunia dan ada kalanya sesudahnya. Oleh sebab itu, kehidupan
manusia meliputi tega alam besar, yaitu: alam perjanjian, alam dunia dan alam
akhirat.
Alam perjanjian (alam misaq) yang
merupakan alam pra-kehidupan dunia dan menjadi rencana dan member motivasi
kehidupan manusia di dunia. Pada alam ini, struktur biologis manusia belum
terbentuk dan satu-satunya struktur yang bereksistensi adalah ruh. Saiyid Husen
Naser menyatakan bahwa alam ini berkaitan dengan asrar alast (rahasia alustu)
yang Allah telah memberikan perjanjian primordial kepada manusia.
Alam dunia (dunyawi) yang merupakan
alam pelaksanaan atas rencana Tuhan yang telah ditetapkan pada alam primordial.
Tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan di alam dunia adalah aktualisasi
realisasi diri terhadap perjanjian tersebut, sehingga kualitas dan
integritas kehidupan manusia sangat
tergantung sejauh mana ia mampu merealisasikan perjanjian tersebut. Pada alam ini,
selain struktur ruh juga telah terbentuk struktur jasad. Gabungan antara ruh
dan jasad menjadi satu struktur yang disebut dengan struktur nafsani.
Periodesasi dalam psikologi Islam
dapat ditentukan sebagai berikut:[3]
1)
Periode
pra-konsepsi: periode perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan
ovum.
2)
Periode
pra-natal: periode perkembnagan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan
ovum sampai masa kelahiran. Periode ini dibagi menjadi 4 fase; (1) fase nuthfah
(zigot) yang dimulai sejak pembuahan sampai usia 40 hari dalam kandungan, (2)
fase ‘alaqah (embrio) selama 40 hari, (3) fase mughghah (janin) selama 40 hari
dan, (4) fase peniupan ruh ke dalam janin setelah genap empat bulan, yang mana
janin manusia telah terbentuk secara baik, kemudian ditentukan hukum-hukum
perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku (seperti
sifat, karakter dan bakat), kekayaan, batas usia, dan bahagia-celakanya.
Tugas-tugas perkembngan yang diperankan oleh orang tua adalah; (1) memelihara
suasana psikologis yang damai dan temtram, agar secara psikologis janin dapat
berkembnag secara normal, (2) senantiasa meningkatkan ibadah dan meninggalkan
maksiat, terutama bagi ibu agar janinnya mendapat sinaran cahaya hidayah dari
Allah SWT, (3) berdoa kepada Allah SWT, terutama sebelum 4 bulan dalam
kandungan, sebab masa-masa itu hukum-hukum perkembangan akan ditetapkan.
3)
Periode
kelahiran sampai meninggal dunia
Periode ini memiliki beberapa fase seperti yang terkandung dalam
ayat-ayat berikut:
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. Îû 5=÷u z`ÏiB Ï]÷èt7ø9$# $¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒB 7ps)¯=sC Îöxîur 7ps)¯=sèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4 É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$# $tB âä!$t±nS #n<Î) 9@y_r& wK|¡B §NèO öNä3ã_ÌøéU WxøÿÏÛ ¢OèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ( Nà6ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGã Nà6ZÏBur `¨B tã #n<Î) ÉAsör& ÌßJãèø9$# xøx6Ï9 zNn=÷èt .`ÏB Ï÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«øx© 4 ts?ur ßöF{$# ZoyÏB$yd !#sÎ*sù $uZø9tRr& $ygøn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry 8kÎgt/ ÇÎÈ
Artinya: Hai manusia, jika kamu
dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya
Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya
dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu
Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah. (Al-hajj:5)
* ª!$# Ï%©!$# Nä3s)n=s{ `ÏiB 7#÷è|Ê ¢OèO @yèy_ .`ÏB Ï÷èt/ 7#÷è|Ê Zo§qè% ¢OèO @yèy_ .`ÏB Ï÷èt/ ;o§qè% $Zÿ÷è|Ê Zpt7øx©ur 4 ß,è=øs $tB âä!$t±o ( uqèdur ÞOÎ=yèø9$# ãÏs)ø9$# ÇÎÍÈ
Artinya: Allah, Dialah yang
menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu
lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (Ar-Rum: 54)
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ÖèO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1utIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3t $VJ»sÜãm ( Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ
Artinya: Ketahuilah, bahwa
Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para
petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu. (Al-Hadid:20)
Dari ayat pertama menunjukkan bahwa
kehidupan dunia terbagia atas 3 fase yaitu: (1) fase kanak-kanak (al-tifl) atau
fase diman kondisi seseorang masih lemah (karena bayi atau kanak-kanak), (2)
fase baligh atau fase dimana kondisi seseorang menjadi kuat dan dewasa, (3)
fase usia lanjut, yang secara psikologis ditandai dengan kepikunan dan secara
biologis ditandai dengan rambut beruban dan kondisi tubuh yang lemah. Sementara
ayat yang ke-3 menunjukkan lima fase kehidupan dunia, yaitu: (1) fase permainan
(la’ib), dimulai post-natal sampi sekitar usia 5 tahun. Pada fase ini anak
hanyalah barang permainan yang dimainkan oleh orang dewasa. Ia tidak memiliki
inisiatif hidup melainkan sekedar mengikuti naluri atau insting hidupnya, (2)
fase main-main (lahw), dimulai sekitar usia 6 tahun sampai usi 13 tahun. Pada
fase ini kehidupan manusia adalah untuk main-main untuk kesenagan semata, tanpa
memilikitujuan yang hakiki, (3) menghias dan mempercantik diri (zianab),
dimulai sekitar usia 14 tahun sampai pada usia 24 tahun. Pada fase ini hidup
adalah untuk mempercantik diri karena masa pubernya mulali tumbuh. Ia tidak
lagi memikirkan dirinya tetapi bagaimana ia dapat memiliki dan diakui orang
lain, (4) bermegah-megahan (tafakhur) dimulai sekitar usia 25 sampai sekitar 39
tahun. Pada fase ini kecenderungan seseorang adalah bermegah-megahan terhadap
apa yang telah dirintis di fase sebelumnya, seperti gelar akademik, pekerjaan,
dan peran di dalam masyarakat, (5) memperbanyak (takatsur) dan menikmati harta
dan anak, dimulai sekitar usia 40 sampai meninggal dunia.
Dari periode ke-3 ini dapat
diperoleh bahwa fase-fase perkembangan pada period eke-3 adalah: [4]
1)
Fase
neo-natus; dimulai kelahiran sampai kira-kira minggu ke-4. Tugas-tugas
perkembnagan yang dilakukan oleh orang tua adalah; (1) membacakan adzan di
telinga kana dan membacakan iqamah di telinga kiri ketika anak baru lahir, (2)
memotong akikah, dua kambing untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi
perempuan, (3) member nama yang baik, yaitu nama yang secara psikologis
mengingatkan atau berkorelasi dengan perilaku yang baik, (4) membiasakan hidup
yang bersih dan suci, (5) member ASI sampai usia 2 tahun
2)
Fase
kanak-kanak (al-thifl); yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai usia
sekitar tujuh tahun. Tugas-tugas perkembangannya adalah; (1) pertuimbuhan
potensi-potensi indra dan psikologis seperti, pendengaran, penglihatan dan hati
nurani. Tugas orang tua adalah bagaimana mampu merangsang pertumbuhan berbagai
potensi tersebut, agar anaknya mampu berkembang secara maksimal, (2)
mempersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatihhidup yang baik, seperti
dalam bicara, makan, bergaul, penyesuaian diri dengan lingkungan dan
berperilaku, (3) pengenalan aspek-aspek doctrinal agama, terutama yang
berkaitan dengan keimanan.
3)
Fase
tamyiz; fase dimana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang
benar dan yang salah.fase ini dimulai sekitar usia 7 sampai 12 atau 13 tahun.
Tugas-tugas perkembangannya adalah: (1) perubahan persepsi konkrit menuju pada
persepsi yang abstrak misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam
akhirat dsb, (2) pengembangan ajaran-ajaran normative agama melaui institusi
sekolah, baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, afektif maupun pikomotorik.
4)
Fase
baligh; fase dimana usia anak sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki
kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggungjawab (taklif),
terutama tanggungjawab agama dan social. Fase ini diperkirakan dimulai anatara
usia 12-15 tahun. Tugas-tugas perkembangan di fase ini adalah: (1) memahami
segala titah (al-kithab) Allah SWT, (2) menginternalisasikan keimanan dan
pengetahuan dalam tingkah laku nyata, baik yang berhubungan dengan diri
sendiri, keluarga, komunitas social, alam semesta maupun pada Tuhan, (3)
memiliki kesediaan untuk mempertanggungjawabkan apa yang diperbuat, (4)
membentengi diri dari segala perbuatan maksiat dan mengisi diri denagn
perbuatan baik, (5) menikah jika telah memiliki kemampuan, (6) membina keluarga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah, (7) mendidik anak-anaknya dengan pendidikan
yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, social dan agama.
5)
Fase
kearifan dan kebijakan; fase dimana seseorang telah memiliki tingkat
kesadaran dan kecerdasan emosional,
moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Fase ini dimulai usia 40 sampai
meninggal dunia. Tugas-tugas perkembangan fase ini adalah: (1) transinternalisasi
sifat-sifat Rasul yang agung (shidiq, amanah, fathanah, tabligh, (2)
meningkatkan kesadaran akan peran social dengan niatan amal shalih, (3)
meningkatkan ketakwaan dan kedekatan (taqarrub) kepada Allah SWT, (4)
mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab usia-usia seperti ini mendekati kematian.
Pada fase ini seseorang terkadang tidak mampu mengaktualisasikan potensinya,
bahkan kesadarnnya menurun atau bahkan menghilang. Kondisi ini dikarenakan
menurunnya syaraf-syaraf atau organ-organ tubuh lainnya sehingga menjadikan
kepikunan.
6)
Fase
kematian; fase dimana nyawa telah hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa
menunjukkan pisahnya ruh dan jasad manusia, yang merupakan akhir dari kehidupan
dunia. Fase ini diawali dengan adanya naza’, yatu awal pencabutan nyawa oleh
malaikat maut (Malaikat Izrail) sehingga ruh terpisah dengan jasad. Setelah
kematian jasad manusia dikubur dan kembali menjadi tanah sebab ia berasal dari
tanah, sementara ruhnya kembali kea lam arwah. Fase ini disebut dengan fase
barzah, yaitu fase antara kematian sampai datangnya hari kiamat. Tugas-tugas perkembangan pada fase ini adalah:
(1) memberikan wasiat kepada keluarga jika terdapat masalah yang perlu
diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian hutang, mewakafkan sebagian
hartanya untuk keperluan agama dsb, (2) tidak mengingat apapun kecuali
berdzikir kepada Allah SWT, (3) mendengarkan secara saksama takqin yang
dibacakan oleh keluarga kemudian menirukannya, (4) bagi orang yang hidup maka
diwajibkannya untuk memandikan, member kain kafan, menshaliati, dan mengubur
jasad mayat.
Alam terakhir dari perkembangan
manusia adalah alam akhirat. Alam ini dimulai dari kematian manusia sampai
datangnya hari kiamat, yaitu hari dimana manusia memperoleh balasan atas
aktivitas yang pernah ia lakukan di dunia. Alam ini memiliki beberapa periode;
(1) periode tiupan sangkakala dan kebangkitan yang disebut yawm ba’as, (2)
periode dikumpulkan di Padang Mahsyar yang disebut dengan yawm al-hasyr, (3)
periode perhitungan amal dengan timbangan (mizan), (4) periode melewati titian
(shirath), (5) periode masuk surge atau neraka. [5]
3.
Factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
Dalam
psikologi perkembangan, terdapat 3 aliran besar yang memiliki pendapat tentang
factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan:
1)
Aliran
Nativisme; suatu aliran yang menitik beratkan pandangan-pandangannya pada
peranan sifat bawaan, keturunan sebagai penentu perkembangan tingkah laku
seseorang
2)
Aliran
Empirisme/Environmentalisme; suatu aliran yang menitik beratkan pandangannya
pada peranan lingkungan sebagai penentu perkembangan tingkah laku.
3)
Aliran
Konverensi; aliran yang menghubungkan dua aliran dia atas. Konvergensi adalah
interaksi antara factor hereditas dan factor lingkungan dalam proses
perkembangan tingkah laku. Penentu kepribadian seseorang ditentukan oleh kerja
yang integral antara factor internal (potensi bawaan) maupun factor eksternal
(lingkungan pendidikan)
B.
Pertumbuhan dan Perkembangan pada Masa Dewasa dan Usia Lanjut dalam
Psikologi Islam
1.
Agama pada masa dewasa
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian:
a.
Masa
dewasa awal
b.
Masa
dewasa madya
c.
Masa
usia lanjut
Pembagian senada juga dilakukan oleh
beberapa ahli psikologi. Lewis Sherril membagi masa dewasa menjadi:[6]
a.
Masa
dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil
dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan
b.
Masa
dewasa tengah, sudah mulai menghadapi tantangan hidup, sambil memantapkan
tempat dan mengembangkan filsafat untuk mengolah kenyatan yang tidak
disanka-sangka. Jadi masalah sentral pada masa ini adalah mencapai pandangan
hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan
secara konsisten
c.
Masa
dewasa akhir, cirri utamanya adalah “pasrah”. Pada masa ini minat dan kegiatan
kuarang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal
yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia
tua.
Sementara
menurut Erikson, masa dewasa muda merupakan pengalaman menggali keintiman (intimacy),
kemampuan untuk membaurkan identitas anda dengan identitas orang lain tanpa
takut bahwa anda akan kehilangan sesuatu dari diri anda. Masa dewasa tengah
merupakan masa produktivitas maksimum. Pada masa ini kekuatan watak yang
muncul, perhatian (care) rasa prihatin dan tanggungjawab yang menghargai siapa
yang membutuhkan perlindungan dan perhatian. Masa dewasa akhir merupakan masa
kematangan. Masalah sentral dalam masa ini adalah menemukan kepuasan bahwa
hidup yang dijalaninya merupakan penemuan dan penyelesaian pada masa tua,
terjadi integrasi emosional, sehingga disebut sebagai pencapaian kebijaksanaan
(wisdom). Masa dewasa akhir disebut juga dengan masa usia lanjut
Menurut
H. Charlotto Bucher diusia dewasa orang telah memiliki tanggungjawab serta sudah
menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa telah menyadari
nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankannya. Orang dewasa
telah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
Pada
masa dewasa seseorang telah memiliki tanggungjawab terhadap sistem nilai yang
dipilihnya, baik sitem nilai yang bersumber pada ajaran-ajaran agama maupun
yang bersumber pada norma-norma lain dalam kehidupan. Dengan demikian, sikap
keagamaan seseorang di masa dewasa sulit untuk dirubah. Andai terjadi perubahan
maka ia telah melalui pertimbangan yang matang.
Sikap
keagamaan yang dipilih, akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian
mereka. Sikap demikian akan membawa mereka merasa mantap dalam menjalankan
ajaran agama yang dianutnya. Pilihan tersebut didasarkan pada ajaran yang telah
memberikan kepuasan batin dan atas pertimbangan akal sehat.[7]
Kesadaran
beragama pada usia dewasa merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang
untuk mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan dan penyesuaian diri terhadap
rangsangan yang datang dari luar. Semua tungkah laku dalam kehidupannya
diwarnai oleh sistem kesadaran keagamaannya. Dengan kata lain, kesadaran
beragama tersebut tidak hanya melandasi tingkah laku yang tampak, akan tetapi
juga mewarnai sikap, pemikiran, iktikad, niat, kemauan serta tanggungjawab
serta tanggapan-tanggapan terhadap nilai-nilai abstrak yang ideal, seperti:
keadilan, pengorbanan, persatuan, kemerdekaan, perdamaian dan kebahagiaan.
Motivasi
beragama pada orang dewasa didasarkan pada penalaran yang logis, sehingga ia
akan mempertimbangkan sepenuhnya menurut logika. Ekspresi beragamapada masa
dewasa sudah menjadi hal yang tetap, istiqamah. Artinya, sudah tidak percaya
ikut-ikutan lagi, tapi lebih berdasar pada kepuasan atau nikmat yang diperoleh
dari pelaksanaan ajaran agama tersebut. Kondisi yang demikian akan memunculkan
kematangan dalam beragama. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak mempercayai
agama, akan tetap kukuh pada sikapnya.
2.
Ciri-ciri sikap keberagamaan pada masa dewasa
Sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut:[8]
1)
Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar
ikut-ikutan
2)
Cenderung
bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku
3)
Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan
4)
Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
5)
Bersikaplebih
terbuka dan wawasan lebih luas
6)
Bersikap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selai
didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani
7)
Sikap
keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8)
Terlihat
adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian
terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah berkembang.
3.
Agama pada usia lanjut
Usia lanjut ini
biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini biasanya akan
menghadapi berbagai persoalan. Persoalan pertama adalah penurunan kemampuan
fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering mengalami
gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat. Pengaruh dari
itu semua, mereka yang berada dalam usia lanjut, merasa dirinya sudah tidak
berharga lagi atau kurang dihargai.
Kehidupan
keagamaan pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi agama ternyata
meningkat.
Menurut William
James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia
lanjut, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir. Pendapat tersebut
sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan manusia usia lanjut yang
semakin tekun beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk bekal
untuk hidup di akhirat kelak.
Kecenderungan hilangnya
identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepatnya datangnya kematian merupakan
salah satu factor yang menentukan berbagai sikap keagamaan di usia lanjut.
4.
Cirri-ciri keagamaan pada usia lanjut
Secara garis besar cirri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:[9]
1)
Kehidupan
keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan
2)
Meningkatnya
kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
3)
Mulai
muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara
sungguh-sungguh
4)
Sikap
keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesame
manusia, serta sifat-sifat luhur
5)
Timbul
rasa takut terhadap kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
lanjutnya
6)
Perasaan
takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap
keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat)
5.
Kematangan Beragama
Berbicara tentang
kematangan beragama akan terkait erat dengan kematangan usia manusia.
Perkembangan keagamaan seseorang untuk sampai padatingkat kematangan beragama
dibutuhkan melalui proses yang panjang. Proses tersebut boleh jadi karena
melalui proses konversi agama pada diri seseorang atau karena bebarengan dengan
kematangan kepribadiannya. Sebagai hasil dari konversi seringkali seseorang
menemukan dirinya mempunyai pemahaman yang baik akan kemantapan keagamaannya
hingga ia dewasa atau matang dalam beragama. Demikian halnya dengan
perkembangan kepribadian seseorang, apabila telah sampai pada tingkat
kedewasaan, maka akan ditandai dengan kematangan jasmani dan rohani. Pada saat
inilah seseorang sudah memiliki keykinan dan pendirian yang tetap dan kuat
terhadap pandangan hidup atau agama yang harus dipeganginya.
Kematangan atau
kedewasaan seseorang dalam beragama biasanyaa ditunjukkan dengan kesadaran dan
keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia
memerlukan agama dalam hidupnya. Seseorang yang matang dalam beragama bukan
hanya memegang teguh paham keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari dengan penuh tanggungjawab, melainkan kadang-kadang juga
dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Jika kematangan
beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku
keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa
tanggungjawab, bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikitan saja.
Dalam rangka
menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Pada dasarnya terdapat
dua factor yang menyebabkan adanya hambatan:[10]
1)
Factor
diri sendiri
Factor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri
dan pengalaman. Kapasitas ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima
ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan
kurang berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima dengan rasionya, akan
menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran tersebut dengan baik, penuh
keyakinan, dan argumentative walaupun apa yang harus ia lakukan itu berbeda
dengan tradisi yang mungkin sudah mndarah daging dalam kehidupan masyarakat.
Berbeda halnya dengan orang yang kurang mampu menerima dengan
rasionya, ia akan lebih banyak tergantung pada masyarakat yang ada, meskipun
dalam dirinya penuh dengan tanda Tanya, apakah yang dia lakukan selama ini
sudah benar. Dalam aktivitas keagamaan sebenarnya mereka penuh keraguan dan
kebimbangan sehingga apabila terjadi perubahan-perubahan, perubahan tersebut
tidaklah melalui proses berfikir sebelumnya, tetapi lebih bersifat emosional.
Sedangkan factor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang
dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan
aktivitas keagamaan. Namun bagi mereka yang mempunyai pengalaman sedikit dan
sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan
pada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan
stabil.
2)
Factor
luar
Yang dimaksud dengan factor luar yaitu beberapa kondisi dan situasi
lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah
justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada.
Factor tersebut adalah tradisi agama atau pendidikan yang diterimanya.
Tampaknya
kematangan dan kedewasaan dalam beragama itu merupakan perkembangan lebih
lanjut dari adanya konversi agama, disamping juga mungkin mengikuti perkembagan
kepribadiannya yang semakin lama semakin menuju pada kedewasaan yang termasuk
di dalamnya kematangan dalam beragama.
William james
mengemukakan dua buah factor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang,
yatiu:
1)
Factor
intern, terdiri dari
a.
Tempramen
Tingkah laku yag didasarkan pada temperamaen tertentu memegang
peranan penting dalam sikap beragama seseorang
b.
Gangguan
jiwa
Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap
dan tingkah lakunya.
c.
Konflik
dan keraguan
Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang
terhadap agama, seperti taat, fanatic dan ateis
d.
Jauh
dari Tuhan
Orang yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa dirinya lemah dan
kehilangan pegangan hidup, terutama saat menghadapi musibah
2)
Factor
ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaaan secara mendadak adalah:
a.
Musibah
Seringkali musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan
seseorang, dan kegoncangan tersebut seringkali memunculkan kesadaran, khususnya
kesadaran keberagamaannya. Mereka merasa mendapatkan peringatan dari Tuhan
b.
Kejahatan
Mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami goncangan
batin dan rasa dosa.
Orang yang telah
mengalami kematangan beragama atau kedewasaan beragama akan memegang teguh
keyakinan keagamaannya, dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh
tanggungjawab. Hal ini sering dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup
mendalam. Biasanya orang yang telah matang beragama ditunjukkan dengan
kesadaran dan keyakinan yang teguh, karena menganggap benar agama yang
dianutnya dan ia perlukan dalam hidupnya. Jika kematangan beragama tersebut
telah ada dalam diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya
senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggungjawab,
bukan atas dasar peniruan dan sekedar anut-anutan saja.
Dalam agama Islam,
kematangan Bergama akan terlihat dalam keimanan dan ketaqwaan seseorang.
Apabila seseorang telah mengalami kematangan dalam beragama, ia akan mampu
mengatasi segala persoalan hidup. Pada akhirnya akan tercipta ketenangan dan
ketentraman jiwa.
BAB. III
KESIMPULAN
Perubahan
dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari perubahan
psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan
kualitatif tersebut sering disebut dengan “perkembangan”, seperti perubahan
dari tidak mengetahui menjadi mengetahuinya, dari kekenak-kanakan menjadi
dewasa, dst. Sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan
“pertumbuhan”, seperti perubahan tinggi dan berat badan.
Perkembangan
dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu
(berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Pengertian
lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang yang ialami individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung
secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik
(jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”.
Periodesasi dalam
psikologi Islam dapat ditentukan sebagai berikut:
1)
Periode
pra-konsepsi: periode perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan
ovum.
2)
Periode
pra-natal: periode perkembnagan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan
ovum sampai masa kelahiran
3)
Periode
kelahiran sampai meninggal dunia
Sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut:
1)
Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar
ikut-ikutan
2)
Cenderung
bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku
3)
Bersikap
positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari
dan memperdalam pemahaman keagamaan
4)
Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggungjawab diri hingga
sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
5)
Bersikaplebih
terbuka dan wawasan lebih luas
6)
Bersikap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selai
didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani
7)
Sikap
keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8)
Terlihat
adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga
perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah berkembang.
Secara garis besar cirri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:
1)
Kehidupan
keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan
2)
Meningkatnya
kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan
3)
Mulai
muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara
sungguh-sungguh
4)
Sikap
keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesame
manusia, serta sifat-sifat luhur
5)
Timbul
rasa takut terhadap kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia
lanjutnya
6)
Perasaan
takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap
keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat)
DAFTAR PUSTAKA
H. Syamsu Yusuf, 2009, Psikologi
Perkembangan, Remaja Rosdakarya, Bandung
Sururin, 2004, Ilmu Jiwa Agama, Raja Grapindo Persada,
Jakarta
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, 2002, Nuansa-nuansa Psikologi Islam,
Raja Grafindo Persada, Jakarta
[1]
H. Syamsu
Yusuf, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal.
15
[2]
Abdul mujib,
Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), hal. 92
[3]
Ibid, hal. 98
[4]
Ibid, hal. 103
[5]
Ibid, hal.112
[6]
Sururin, Ilmu
Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004), hal. 83
[7]
Ibid, hal. 86
[8]
Ibid, hal. 87
[9]
Ibid, hal. 90
[10]
Ibid, hal. 92
Nice !!!
BalasHapusSama2 orang Jogja.
Berbagi link ya Mba : www.seffuzone.co.cc