Jumat, 11 Mei 2012

MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM ANTARA DEMOKRASI DAN PEMBEBASAN

PENDIDIKAN ISLAM ANTARA DEMOKRASI DAN PEMBEBASAN
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Pemikiran Pendidikan Islam
Dosen pengampu :
Disusun Oleh :
Dian Mutiarasari (08470051)
PRODI KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

2010


BAB.I
PENDAHULUAN

            Hampir 3 dasawarsa terakhir, kehidupan social politik di Indonesia diwarnai wacana demokrasi.[1] Perwujudan sistem pendidikan yang demokratis sudah menjadi keniscayaan yang harus disikapi secara positif oleh seluruh komponen yang terlibat di dalamnya. Terlebih dalam system pendididkan Islam. Apakah itu kebijakan pemerintah, intuisi pendidikan itu sendiri, maupun oleh orang-orang yang terlibat didalamnya.
            Untuk membangun kultur demokrasi di masyarakat maka yang pertama harus dilakukan adalah mengubah orientasi pendidikan yang ditekankan pada kemandirian, kebebesan, dan tanggung jawab. Kemandirian diperlukan untuk mengembangkan kepercayaan diri dan sekaligus kesadaran akan keterbatasan kemanpuan individu, sehingga bekerjasama dengan warga lain merupakan keharusan dalam kehidupan bermasyarakat. Kebebasan memiliki makna perlu dikembangkannya visi kehidupan yang bertumpu pada kesadaran akan pluralitas masyarakat.
            Dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa itu demokrasi dan pembebasan.


BAB.II
PEMBAHASAN

A.      Hakekat Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “Demos” berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “Cratos” yang berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dengan kekuasaan ditangan rayat. [2]
Menurut Kartini Kartono, demokrasi pendidikan adalah semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan diharapakan dapat berpartisipasi dalam penentuan kebijakan pendidikan. Jadi, demokrasi pendidikan lebih bersifat politis karena menyangkut kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan ditingkat nasional.
 Pendidikan yang demokratis tidak saja terbatas pada system yang berjalan dalam institusi-institusi pendidikan itu sendiri. Proses pemerataan pendidikan pun sebagai bagian dari komitmen demokrasi.
Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan public. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuan akan peran warga dalam masyarakat yang demokratis. Selain itu pendidikan demokratis juga bertujuan mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan pada generasi baru pengetahuan dan kesadaran akan tiga hal. Pertama, Demokrasi adalah bentuk kehidupan bermasyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri. Kedua, demokrasi adalah suatu learning proces yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Ketiga, Kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi: kebebasan, persamaan dan keadilan serta loyal kepada system politik yang bersifat demokratis.
B.       Hakekat Pembebasan
Menurut PauloFaire, Kebebasan secara umum berarti ketiada paksaan. Ada kebebasan fisik yaitu secara fisik bebas bergerak ke mana saja. Kebebasan moral yaitu kebebasan dari paksaan moral, hukum dan kewajiban (termasuk di dalamnya kebebasan berbicara). Kebebasan psikologis yaitu memilih berniat atau tidak, sehingga kebebasan ini sering disebut sebagai kebebasan unutuk memilih. Manusia juga mempunyai kebebasan berpikir, berkreasi dan berinovasi. Kalau disimpulkan ada dua kebebasan yang dimiliki manusia yaitu kebebasan vertikal yang arahnya kepada Tuhan dan kebebasan horisontal yang arahnya kepada sesama makhluk.
Kebebasan tentu ada batasnya. Kebebasan memiliki batasan-batasan tersendiri, tergantung persoalan yang dihadapi oleh “kaum tertindas” . Karena jika kebebasan tidak diiringi dengan batasan-batasan tertentu, justru akan berbenturan dengan hak-hak orang lain, yang pada ahirnya akan menimbulkan anarkhisme.
Oleh sebab itu, kesadaran kritis menjadi titik tolak pemikiran pembebasan Freire. Tanpa kesadaran kritis rakyat bahwa mereka sedang ditindas oleh kekuasaan, tak mungkin pembebasan itu dapat dilakukan. Karena itu, konsep pendidikan Freire ditujukan untuk membuka kesadaran kritis rakyat itu melalui pemberantasan buta huruf dan pendampingan langsung dikalangan rakyat tertindas. Upaya membuka kesadaran kritis rakyat itu, dimata kekuasaan rupanya lebih dipandang sebagai suatu "gerakan politik" ketimbang suatu gerakan yang mencerdaskan rakyat. Karena itu, pada tahun 1964 Freire diusir oleh pemerintah untuk meninggalkan Brazil. Pendidikan pembebasan, menurut Freire adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari kondisi masyarakat tertutup (submerged society) kepada masyarakat terbuka (open society).

Pendidikan Islam sebagai Proses Pembebasan
Islam adalah agama pembebasan karena "Islam memberikan penghargaan terhadap manusia secara sejajar, mengutamakan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan, mengajarkan berkata yang hak dan benar, dan mengasihi yang lemah dan tertindas". Ayat-ayat Al Qur'an misalnya, diantaranya "...Kami bermaksud memberikan karunia kepada orang-orang tertindas di bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi..." (QS. 28:5), hal ini semakin menegaskan bahwa asal usul diturunkannya Islam (dan juga rasul-rasul) adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu ketertindasan dan ketidaksadaran.
Nabi Muhammad dalam perjalanan sejarahya, telah mekalukan sebuah gerakan pembebasan yang cukup revolusioner. Nabi Muhammad bukan saja melakukan pembebabasan terhadap kaum perempuan yang selama berabad-abad telah tertidas oleh budaya Arab yang memarginalkan peran perempuan dalam berbagai sector publik, tetapi juga mewajibkan (faridhat) kepada setiap Muslim untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan inilah, umat Islam diharapkan mempunyai “kesadaran terhadap realitas”. Dalam pandangan Asghar Ali Engineer, ilmu pengetahuan ini dapat dihubungkan dengan nur (cahaya), artinya dengan ilmu pengetahuan manusia mampu terbebas dari kegelapan menuju cahaya keselamatan.
 Menyimak pandangan Ibn Khaldun dan Iqbal tentang ilmu, dapat ditarik satu garis lurus bahwa ilmu atau realitas kebenaran akan hadir secara utuh dalam persepsi individu, walaupun dalam pemahaman bisa berbeda atas suatu realitas atau obyek. Kehadiran secara utuh dari suatu obyek terhadap subyek adalah suatu realitas yang tak bisa dielakkan. Inilah yang oleh Iqbal dikatakan bahwa ilmu itu harus dinilai dengan konkrit, yakni ilmu harus bisa terukur kebenarannya.
Oleh karena, ilmu dalam Islam adalah sebagai kesadaran tentang realitas, maka realitas yang paling utama ketika manusia itu lahir adalah alam semesta (mikro kosmos dan makro kosmos). Di alam inilah manusia mulai mendengar, melihat dan merasakan obyek-obyek yang dialaminya berupa suara, bentuk dan perasaan. Alam ini merupakan satu titik kesadaran awal  untuk mengenal realitas terutama diri sendiri. Setelah manusia mengalami kedewasaan dan sempurna akalnya, maka ia mulai berpikir tentang  metarealitas, yakni   suatu kekuatan supernatural yang ikut bermain dan sibuk mengurus proses-proses penciptaan dari tiada menjadi ada, dari ada menjadi tiada. Atau dari mati menjadi hidup, kemudian dari hidup menjadi mati (QS.2: 28).
Kesadaran inilah yang akan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan di alam semesta. Sebuah kesadaran yang akan menghantarkan manusia pada posisinya sebagai abd (hamba) sekaligus sebagai khalifah (wakil Tuhan) di alam semesta ini.
C.            Hakikat Pendidikan Islam Antara Demokrasi dan Pembebasan
Pendidikan Islam adalah system pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.
Menurut Paulo Freire menyarankan bahwa untuk mencapai demokratisasi pendidikan, perlu diciptakan kebebasan interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses belajar di kelas.
Pada hakikatnya pendidikan adalah suatu proses menanamkan dan mengembangkan pada diri perserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap dalam hidup, nilai-nilai kehidupan, dan keterampilan untukhidup agar kelajk ia dapatmembedakan barang yang benardan yang salah,yang baik danyang buruk, sehingga kehadiranya ditengah-tengahmasyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal.
Sebagai suatu proses pendidikan perlu diorganisir dan dikelolah secaraefektif dan efisien sehingga dapt terwujud tujuan yang telah ditetapkan dengan pengorbana yang paling murah. Oleh sebab itu, pendidikan memerlukan disiplin dan tanggung jawab, tidak saja keduanya diperlukan dalam pengelolaan proses pendidikan, melainkan lebih dari itu disiplin dan tanggung jawab perlu ditanamkan pada diri perserta didik.
Prosespendidikan yang tidakberhasil menenamkan disiplin dan tanggung jawab pada perserta didik sama saja artinya dengan sekolah memberikan pil ecstasy bagi para perserta didik, sehingga perserta didik tidak dapat membedakan mana surge mana neraka, mana benar dan mana salah.
Dalam perspektif social kemasyarakatan yang lebih luas, pendidikan yang berhasil menenamkan disiplin dan tanggung jawab pada diri perserta didik berperan penting dalam membangun civil society hal mana demokrasi merupakan salah satu roh nya. Sebaliknya, ketidak berdayaan pendidikan, menanamkan disiplin dan tanggung jawab akan menjauhkan msyarakat dari jiwa demokrasi dan melahirkan masyarakat anarkis.
Oleh karena itu, persoalan besar bangsa Indonesia dalam kaitan dengan pendidikan bukanlah bagaimana mempercepat proses disiplinisasi dikalangan para siswa, dan dampak selanjuntnya bagi seluruh lapisan masyarakat, baik sebagai masyarakat biasa dan lebih jauh lagi bagi mereka yang diberi amanat sebagai pejabat. Sebab, tanpa disiplin dan tanggung jawab proses demokratisasi akan menjurus pada anarki.
Dalam kaitan inilah, untuk membangun msyarakat demokratis dimasa depan, dunia pendidikan sudah seharusnya mengambil peran dalam menegakkan disiplin, antara lain dengan mempelopori pelaksanaan gerakan disiplin nasional.
Dalam kaitanya dengan pembebasan proses pendidikan mengenal adanya kebebasan akademik. Menurut jonh dewey bahwa kebebsan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip demokrasi disekolah yang bertumpuh pada interksi dan kerjasama, berdasarkan pada sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir kretif, menemukan solusi atas problem yang dihadapi bersama, dan berkerja sama untuk merencanakan, dan melaksanakan solusi secara implicit hal ini berrati sekolah yang demokratis harus mendorong dan memberikan kesempatan semua siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merencanakan kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut.
Pendidikan sebagai arena pembebasan manusia diperkenalkan pertama kali (paling tidak, kepada saya) oleh Paulo Freire, seorang pedagog asal Brazil. Dalam tulisannya, Freire mengatakan : “Pendidikan harus menjadi arena pembebasan manusia sehingga mengantar orang menemukan dirinya sendiri, untuk kemudian menghadapi realitas sekitarnya dengan kritis dan mengubah dunia secara kreatif (Freire,1991).
Ayat-ayat Al-Qur’an;
وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ (٥)
Artinya:"...Kami bermaksud memberikan karunia kepada orang-orang tertindas di bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi..." (QS. 28:5),.
hal ini semakin menegaskan bahwa asal usul diturunkannya Islam (dan juga rasul-rasul) adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu ketertindasan dan ketidaksadaran. Dari ayat tersebut telah menjelaskan bahwa Islam sendiri adalah agama pembebasan karena "Islam memberikan penghargaan terhadap manusia secara sejajar, mengutamakan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan, mengajarkan berkata yang hak dan benar, dan mengasihi yang lemah dan tertindas.
Setelah mendapatkan basis bahwa pesan substansial Islam adalah pesan pembebasan, selanjutnya penulis memasuki suatu tataran konseptual perihal pembebasan itu sendiri. Menurutnya pembebasan haruslah dijalankan secara dialogis dan demokratis. Pembebasan dilakukan dengan menjadikan rakyat sebagai subyek pembebasan, dan bukan obyek. Seperti dituliskan oleh James Y.C. Yen yang juga ditulis dalam buku ini dan telah menjadi motto gerakan-gerakan pembebasan, "...Datanglah kepada rakat. Hidup bersama rakyat. Berencana bersama rakyat. Bekerja bersama rakyat. Mulailah dengan apa yang dimiliki rakyat. Ajarlah dengan contoh, belajarlah dengan bekerja. Bukan pameran, melainkan suatu sistem, bukan pendekatan cerai-berai, melainkan mengubah. Bukan pertolongan, melainkan pembebasan..."

BAB III
PENUTUP
   Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa demokrasi pendidikan adalah semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan diharapakan dapat berpartisipasi dalam penentuan kebijakan pendidikan. Jadi, demokrasi pendidikan lebih bersifat politis karena menyangkut kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan ditingkat nasional.
Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan public.
Kebebasan secara umum berarti ketiada paksaan. Pendidikan pembebasan, menurut Freire adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari kondisi masyarakat tertutup (submerged society) kepada masyarakat terbuka (open society).
Pendidikan islam bertujuan memenusiakan manusia, membebaskan manusia dari kebodohan penindasan untuk menjadikan manusia yang bertaqwa serta proses pendidikan dilaksanakan bedasarkan demokrasi.



DAFTAR PUSTAKA
Zamroni, Pendidikan untuk Demokrasi, (Yogyakarta: Bigraf  Publishing, 2001),
Abdullah IDI & Toto Suharto. Revitalisasi Pendidikan Islam ( Yogyakarta: Tiara Wacana. 2006).
A. Ubaidillah dan abdul rozak demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani, (Jakarta:ICCE UIN Syarif hidayatulah Jakarta. 2000)     
http://media.isnet.org/islam/Etc/Pembebasan.html








[1] Zamroni, Pendidikan untuk Demokrasi, (Yogyakarta: Bigraf  Publishing, 2001), hal. v
[2] Abdullah IDI & Toto Suharto. Revitalisasi Pendidikan Islam ( Yogyakarta: Tiara Wacana. 2006). Hal.37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar