PENDIDIKAN
ISLAM ANTARA DEMOKRASI DAN PEMBEBASAN
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas
Mata
kuliah : Pemikiran Pendidikan Islam
Dosen
pengampu :
Disusun
Oleh :
Dian Mutiarasari
(08470051)
PRODI
KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2010
YOGYAKARTA
2010
BAB.I
PENDAHULUAN
Hampir 3 dasawarsa
terakhir, kehidupan social politik di Indonesia diwarnai wacana demokrasi.[1]
Perwujudan sistem pendidikan yang demokratis sudah menjadi keniscayaan yang
harus disikapi secara positif oleh seluruh komponen yang terlibat di dalamnya. Terlebih
dalam system pendididkan Islam. Apakah itu kebijakan pemerintah, intuisi
pendidikan itu sendiri, maupun oleh orang-orang yang terlibat didalamnya.
Untuk membangun
kultur demokrasi di masyarakat maka yang pertama harus dilakukan adalah
mengubah orientasi pendidikan yang ditekankan pada kemandirian, kebebesan, dan
tanggung jawab. Kemandirian diperlukan untuk mengembangkan kepercayaan diri dan
sekaligus kesadaran akan keterbatasan kemanpuan individu, sehingga bekerjasama
dengan warga lain merupakan keharusan dalam kehidupan bermasyarakat. Kebebasan
memiliki makna perlu dikembangkannya visi kehidupan yang bertumpu pada
kesadaran akan pluralitas masyarakat.
Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai apa itu demokrasi dan pembebasan.
BAB.II
PEMBAHASAN
A.
Hakekat Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “Demos” berarti rakyat atau
penduduk suatu tempat dan “Cratos” yang berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan dengan kekuasaan ditangan rayat. [2]
Menurut Kartini Kartono, demokrasi pendidikan adalah semua pihak
yang berkepentingan dengan pendidikan diharapakan dapat berpartisipasi dalam
penentuan kebijakan pendidikan. Jadi, demokrasi pendidikan lebih bersifat
politis karena menyangkut kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
ditingkat nasional.
Pendidikan yang demokratis tidak saja terbatas
pada system yang berjalan dalam institusi-institusi pendidikan itu sendiri.
Proses pemerataan pendidikan pun sebagai bagian dari komitmen demokrasi.
Pendidikan yang
bersifat demokratis, harus memiliki tujuan menghasilkan lulusan yang mampu
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan
keputusan kebijakan public. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menanamkan
kesadaran dan membekali pengetahuan akan peran warga dalam masyarakat yang
demokratis. Selain itu pendidikan demokratis juga bertujuan mempersiapkan warga
masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas
menanamkan pada generasi baru pengetahuan dan kesadaran akan tiga hal. Pertama,
Demokrasi adalah bentuk kehidupan bermasyarakat yang paling menjamin hak-hak
warga masyarakat itu sendiri. Kedua, demokrasi adalah suatu learning
proces yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Ketiga,
Kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai
demokrasi: kebebasan, persamaan dan keadilan serta loyal kepada system politik
yang bersifat demokratis.
B.
Hakekat Pembebasan
Menurut PauloFaire, Kebebasan secara umum berarti ketiada paksaan.
Ada kebebasan fisik yaitu secara fisik bebas bergerak ke mana saja. Kebebasan
moral yaitu kebebasan dari paksaan moral, hukum dan kewajiban (termasuk di
dalamnya kebebasan berbicara). Kebebasan psikologis yaitu memilih berniat atau
tidak, sehingga kebebasan ini sering disebut sebagai kebebasan unutuk memilih.
Manusia juga mempunyai kebebasan berpikir, berkreasi dan berinovasi. Kalau
disimpulkan ada dua kebebasan yang dimiliki manusia yaitu kebebasan vertikal
yang arahnya kepada Tuhan dan kebebasan horisontal yang arahnya kepada sesama
makhluk.
Kebebasan
tentu ada batasnya. Kebebasan memiliki batasan-batasan tersendiri, tergantung
persoalan yang dihadapi oleh “kaum tertindas” . Karena jika kebebasan tidak
diiringi dengan batasan-batasan tertentu, justru akan berbenturan dengan
hak-hak orang lain, yang pada ahirnya akan menimbulkan anarkhisme.
Oleh
sebab itu, kesadaran kritis menjadi titik tolak pemikiran pembebasan
Freire. Tanpa kesadaran kritis rakyat bahwa mereka sedang ditindas oleh
kekuasaan, tak mungkin pembebasan itu dapat dilakukan. Karena itu, konsep
pendidikan Freire ditujukan untuk membuka kesadaran kritis rakyat itu melalui
pemberantasan buta huruf dan pendampingan langsung dikalangan rakyat tertindas.
Upaya membuka kesadaran kritis rakyat itu, dimata kekuasaan rupanya lebih
dipandang sebagai suatu "gerakan politik" ketimbang suatu gerakan
yang mencerdaskan rakyat. Karena itu, pada tahun 1964 Freire diusir oleh pemerintah
untuk meninggalkan Brazil. Pendidikan pembebasan, menurut Freire adalah
pendidikan yang membawa masyarakat dari kondisi masyarakat tertutup (submerged
society) kepada masyarakat terbuka (open society).
Pendidikan
Islam sebagai Proses Pembebasan
Islam adalah agama pembebasan karena "Islam memberikan
penghargaan terhadap manusia secara sejajar, mengutamakan kemanusiaan,
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan, mengajarkan berkata yang
hak dan benar, dan mengasihi yang lemah dan tertindas". Ayat-ayat Al
Qur'an misalnya, diantaranya "...Kami bermaksud memberikan karunia kepada
orang-orang tertindas di bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris
bumi..." (QS. 28:5), hal ini semakin menegaskan bahwa asal
usul diturunkannya Islam (dan juga rasul-rasul) adalah untuk membebaskan
manusia dari belenggu ketertindasan dan ketidaksadaran.
Nabi Muhammad dalam perjalanan sejarahya, telah mekalukan sebuah
gerakan pembebasan yang cukup revolusioner. Nabi
Muhammad bukan saja melakukan pembebabasan terhadap kaum perempuan yang selama
berabad-abad telah tertidas oleh budaya Arab yang memarginalkan peran perempuan
dalam berbagai sector publik, tetapi juga mewajibkan (faridhat)
kepada setiap Muslim untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan
inilah, umat Islam diharapkan mempunyai “kesadaran terhadap realitas”. Dalam
pandangan Asghar Ali Engineer, ilmu pengetahuan ini dapat dihubungkan dengan nur (cahaya),
artinya dengan ilmu pengetahuan manusia mampu terbebas dari kegelapan menuju
cahaya keselamatan.
Menyimak pandangan Ibn
Khaldun dan Iqbal tentang ilmu, dapat ditarik satu garis lurus bahwa ilmu atau
realitas kebenaran akan hadir secara utuh dalam persepsi individu, walaupun
dalam pemahaman bisa berbeda atas suatu realitas atau obyek. Kehadiran secara
utuh dari suatu obyek terhadap subyek adalah suatu realitas yang tak bisa
dielakkan. Inilah yang oleh Iqbal dikatakan bahwa ilmu itu harus dinilai dengan
konkrit, yakni ilmu harus bisa terukur kebenarannya.
Oleh karena, ilmu dalam
Islam adalah sebagai kesadaran tentang realitas, maka
realitas yang paling utama ketika manusia itu lahir adalah alam semesta (mikro
kosmos dan makro kosmos). Di alam inilah manusia mulai mendengar, melihat dan
merasakan obyek-obyek yang dialaminya berupa suara, bentuk dan perasaan. Alam
ini merupakan satu titik kesadaran awal untuk mengenal realitas terutama
diri sendiri. Setelah manusia mengalami kedewasaan dan sempurna akalnya, maka
ia mulai berpikir tentang metarealitas, yakni
suatu kekuatan supernatural yang ikut bermain dan sibuk mengurus proses-proses
penciptaan dari tiada menjadi ada, dari ada menjadi tiada. Atau dari mati
menjadi hidup, kemudian dari hidup menjadi mati (QS.2: 28).
Kesadaran inilah yang akan membebaskan manusia dari segala bentuk
penindasan di alam semesta. Sebuah kesadaran yang akan menghantarkan manusia
pada posisinya sebagai abd (hamba) sekaligus sebagai khalifah
(wakil Tuhan) di alam semesta ini.
C.
Hakikat
Pendidikan Islam Antara Demokrasi dan Pembebasan
Pendidikan Islam adalah system pendidikan yang dikembangkan dari
dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.
Menurut Paulo Freire menyarankan bahwa untuk mencapai demokratisasi
pendidikan, perlu diciptakan kebebasan interaksi antara pendidik dan peserta
didik dalam proses belajar di kelas.
Pada hakikatnya pendidikan adalah suatu proses menanamkan dan
mengembangkan pada diri perserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap dalam
hidup, nilai-nilai kehidupan, dan keterampilan untukhidup agar kelajk ia
dapatmembedakan barang yang benardan yang salah,yang baik danyang buruk,
sehingga kehadiranya ditengah-tengahmasyarakat akan bermakna dan berfungsi
secara optimal.
Sebagai suatu proses pendidikan perlu diorganisir dan dikelolah
secaraefektif dan efisien sehingga dapt terwujud tujuan yang telah ditetapkan
dengan pengorbana yang paling murah. Oleh sebab itu, pendidikan memerlukan
disiplin dan tanggung jawab, tidak saja keduanya diperlukan dalam pengelolaan
proses pendidikan, melainkan lebih dari itu disiplin dan tanggung jawab perlu
ditanamkan pada diri perserta didik.
Prosespendidikan yang tidakberhasil menenamkan disiplin dan
tanggung jawab pada perserta didik sama saja artinya dengan sekolah memberikan pil
ecstasy bagi para perserta didik, sehingga perserta didik tidak dapat
membedakan mana surge mana neraka, mana benar dan mana salah.
Dalam perspektif social kemasyarakatan yang lebih luas, pendidikan
yang berhasil menenamkan disiplin dan tanggung jawab pada diri perserta didik
berperan penting dalam membangun civil society hal mana demokrasi merupakan
salah satu roh nya. Sebaliknya, ketidak berdayaan pendidikan, menanamkan
disiplin dan tanggung jawab akan menjauhkan msyarakat dari jiwa demokrasi dan
melahirkan masyarakat anarkis.
Oleh karena itu, persoalan besar bangsa Indonesia dalam kaitan
dengan pendidikan bukanlah bagaimana mempercepat proses disiplinisasi
dikalangan para siswa, dan dampak selanjuntnya bagi seluruh lapisan masyarakat,
baik sebagai masyarakat biasa dan lebih jauh lagi bagi mereka yang diberi
amanat sebagai pejabat. Sebab, tanpa disiplin dan tanggung jawab proses
demokratisasi akan menjurus pada anarki.
Dalam kaitan inilah, untuk membangun msyarakat demokratis dimasa
depan, dunia pendidikan sudah seharusnya mengambil peran dalam menegakkan
disiplin, antara lain dengan mempelopori pelaksanaan gerakan disiplin nasional.
Dalam kaitanya dengan pembebasan proses pendidikan mengenal adanya
kebebasan akademik. Menurut jonh dewey bahwa kebebsan akademik diperlukan guna
mengembangkan prinsip demokrasi disekolah yang bertumpuh pada interksi dan
kerjasama, berdasarkan pada sikap saling menghormati dan memperhatikan satu
sama lain; berpikir kretif, menemukan solusi atas problem yang dihadapi
bersama, dan berkerja sama untuk merencanakan, dan melaksanakan solusi secara
implicit hal ini berrati sekolah yang demokratis harus mendorong dan memberikan
kesempatan semua siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
merencanakan kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut.
Pendidikan
sebagai arena pembebasan manusia diperkenalkan pertama kali (paling tidak,
kepada saya) oleh Paulo Freire, seorang pedagog asal Brazil. Dalam tulisannya,
Freire mengatakan : “Pendidikan harus menjadi arena pembebasan manusia sehingga
mengantar orang menemukan dirinya sendiri, untuk kemudian menghadapi realitas
sekitarnya dengan kritis dan mengubah dunia secara kreatif (Freire,1991).
Ayat-ayat
Al-Qur’an;
وَنُرِيدُ أَنْ
نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً
وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ (٥)
Artinya:"...Kami bermaksud memberikan karunia kepada
orang-orang tertindas di bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris
bumi..." (QS. 28:5),.
hal ini semakin menegaskan bahwa asal usul diturunkannya Islam (dan
juga rasul-rasul) adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu ketertindasan
dan ketidaksadaran. Dari ayat tersebut telah menjelaskan bahwa Islam sendiri
adalah agama pembebasan karena "Islam memberikan penghargaan terhadap
manusia secara sejajar, mengutamakan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi dan keadilan, mengajarkan berkata yang hak dan benar, dan mengasihi
yang lemah dan tertindas.
Setelah mendapatkan basis bahwa pesan substansial Islam adalah
pesan pembebasan, selanjutnya penulis memasuki suatu tataran konseptual perihal
pembebasan itu sendiri. Menurutnya pembebasan haruslah dijalankan secara
dialogis dan demokratis. Pembebasan dilakukan dengan menjadikan rakyat sebagai
subyek pembebasan, dan bukan obyek. Seperti dituliskan oleh James Y.C. Yen yang
juga ditulis dalam buku ini dan telah menjadi motto gerakan-gerakan pembebasan,
"...Datanglah kepada rakat. Hidup bersama rakyat. Berencana bersama
rakyat. Bekerja bersama rakyat. Mulailah dengan apa yang dimiliki rakyat.
Ajarlah dengan contoh, belajarlah dengan bekerja. Bukan pameran, melainkan
suatu sistem, bukan pendekatan cerai-berai, melainkan mengubah. Bukan
pertolongan, melainkan pembebasan..."
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa demokrasi pendidikan adalah semua pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan diharapakan dapat berpartisipasi dalam
penentuan kebijakan pendidikan. Jadi, demokrasi pendidikan lebih bersifat
politis karena menyangkut kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
ditingkat nasional.
Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan
menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan
mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan public.
Kebebasan secara umum berarti ketiada paksaan. Pendidikan
pembebasan, menurut Freire adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari
kondisi masyarakat tertutup (submerged society) kepada masyarakat
terbuka (open society).
Pendidikan islam bertujuan memenusiakan manusia, membebaskan
manusia dari kebodohan penindasan untuk menjadikan manusia yang bertaqwa serta
proses pendidikan dilaksanakan bedasarkan demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Zamroni, Pendidikan
untuk Demokrasi, (Yogyakarta: Bigraf
Publishing, 2001),
Abdullah IDI & Toto Suharto. Revitalisasi Pendidikan Islam
( Yogyakarta: Tiara Wacana. 2006).
A.
Ubaidillah dan abdul rozak demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat
madani, (Jakarta:ICCE UIN Syarif hidayatulah Jakarta. 2000)
http://media.isnet.org/islam/Etc/Pembebasan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar